Cari artikel disini

Sabtu, 02 Juni 2018

AGUS SALIM

Haji Agus Salim, dilahirkan dengan nama Mashudul Haq yang memiliki makna "pembela kebenaran". Beliau dilahirkan di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda pada tanggal 8 Oktober 1884, wafat dalam usia 70 tahun pada tanggal 4 November 1954 di RSU Jakarta yang kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Beliau merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961 pada tanggal 27 Desember 1961. Ayahnya bernama Soetan Mohamad Salim yang pernah menjabat sebagai Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau, ibunya bernama Siti Zainab. Agus Salim menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak.

Ir. SOEKARNO dan H, AGUS SALIM

Beliau menempuh pendidikan awal di Europeesche Lagere School (ELS), yang merupakan sekolah khusus anak Eropa. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia (saat ini dikenal dengan nama Jakarta), beliau merupakan lulusan terbaik HBS se-Hindia Belanda.

Awal mulanya beliau bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di wilayah Indragiri. Di tahun 1906, pada usia 22 tahun beliau bekerja di Konsulat Belanda untuk Arab Saudi yang berkantor di Jeddah. Pada usia ini beliau berguru pada pamannya yang bernama Syeh Ahmad Khatib. Sembilan tahun kemudian di tahun 1915 beliau berkarir di dunia jurnalistik, dan bekerja di Harian Neratja sebagai redaktur II. Yang mana kemudian diangkat sebagai ketua redaksi. Karir di dunia jurnalistik terus berlanjut hingga beliau memimpin harian Hindia Baroe di Jakarta. Beliau kemudian mendirikan Surat Kabar Fadjar Asia, selanjutnya berpindah sebagai redaktur Harian Moestika di Yogyakarta, yang mana kemudian beliau membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO), disaat itu pula Agus Salim mulai terjun di dunia politik dengan bergabung bersama Sarekat Islam (SI), yang mana beliau merupakan pemimpin kedua setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Di dunia jurnalistik, beliau pernah menjabat sebagai ketua di Dewan Kehormatan PWI. Meskipun kritikannya tajam, namun beliau masih menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.

Adapun peranan Agus Salim dalam masa perjuangan kemerdekaan RI antara lain :
  • Anggota Volksraad periode 1921-1924
  • Salah satu panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
  • Sebagai Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
  • Melakukan pembukaan hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab terutama Mesir di tahun 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
Antara tahun 1946-1950 beliau laksana bintang cemerang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap diberi gelar sebagai "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri RI kabinet Presidentil di tahun 1950 dan sampai akhir hayatnya beliau dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.

Agus Salim kemudian mengundurkan diri dari dunia politik, yang mana kemudian setelah pengunduran dirinya, beliau mengarang buku di usia 69 tahun yakni tahun 1953, buku tersebut berjudul "Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauhid harus dipahamkan ?" yang mana kemudian di revisi menjadi "Keterangan Filsafat Tentang Tauhid, Takdir dan Tawakal.

Di tempat kelahirannya, nama beliau diabadikan sebagai nama stadion sepak bola di Padang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar